Jumat, 28 November 2008

Your Highway to Success

I am looking for a lot of men who have an infinite capacity to not know what can’t be done. (Henry Ford).

Sering kali kesuksesan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemauannya dibandingkan pendidikannya. Hendry Ford, seorang pemimpin industri otomobil di Amerika Serikat, tidak sempat mengecap pendidikan tinggi. Ford adalah seorang pekerja keras dan pemimpin yang besar. Pada suatu hari, ia mempunyai keinginan untuk membuat mesin V-8 (mobil dengan delapan silinder). Ia menceritakan keinginannya kepada para ahli Ford Motors, namun para ahli menyatakan bahwa idenya tidak masuk akal. Ford bersikeras agar idenya dicoba terlebih dahulu. Setelah enam bulan berlalu, para ahli mesin memutuskan bahwa mesin V-8 tidak dapat diciptakan. Ford tidak mudah putus asa dan kembali memaksa para ahli untuk berfikir lebih keras lagi. Akhirnya, setelah berusaha keras dan berkat dorongan dari Ford, para ahli akhirnya mampu menciptakan mesin V-8 pertama di dunia.

Sama seperti Ford yang mempunyai sifat pantang menyerah, sebagai seorang juara sepatutnya kita tidak mudah menyerah begitu saja. Sering di dalam seminar, saya bertanya kepada para peserta, “Apa lawan kata dari sukses?” Sebagian besar mereka memilih kata gagal (failure) sebagai jawabanya. Tentu semua orang menginginkan kesuksesannya dan menghindari kegagalannya. Namun, tahukah Anda bahwa semua kesuksesan yang besar sering kali berawal dari proses melewati kegagalan demi kegagalan tanpa mengenal kata menyerah? Simaklah catatan kegagalan Abraham Lincon,
Presiden Amerika Serikat ke-16.

1831 : Gagal dalam bisnis.
1832 : Kalah dalam pemilihan di badan legislatif.
1833 : Gagal dalam bisnis sekali lagi.
1836 : Menderita tekanan mental yang akut.
1843 : Kalah dalam persaingan kongres di Amerika Serikat.
1855 : Gagal dalam persaingan untuk merebut kursi di senat.
1856 : Kalah dalam perlombaan menjadi wakil presiden.
1858 : Gagal sekali lagi untuk meraih kursi menjadi senator.
1860 : Akhirnya terpilih menjadi presiden Amerika Serikat ke-16.

Sekarang Anda mengetahui bahwa kegagalan bukanlah keterbalikan dari kesuksesan. Malahan, kegagalan adalah proses mencapai kesuksesan dan merupakan bagian penting dari kesuksesan. Jadi, apa lawan kata dari sukses? Mari kita runut lebih dalam, bahwa baik kesuksesan maupun kegagalan berasal dari hasil tindakan demi tindakan. Kesimpulannya, lawan kata dari kesuksesan adalah tidak diambilnya sebuah tindakan (inaction). Dan jika Anda telah mengambil tindakan dan tidak mendapatkan hasil yang Anda inginkan, kemungkinannya adalah Anda mengambil tindakan yang salah atau Anda belum mengambil tindakan yang cukup untuk merealisasikan tujuan Anda..
Champion’s Lesson

Tanpa tindakan, Anda tidak meraih kesuksesan maupun kegagalan. Di satu sisi memang kelihatannya sangat aman karena kegagalan tidak Anda temui. Namun, di sisi yang berbahaya adalah Anda juga tidak menemukan kesempatan unuk menjadi lebih sukses. Untuk dapat menggunakan kekuatan dari sebuah kegagalan, kita perlu melihat dengan cara pandang yang berbeda. Kita perlu berhenti untuk risau memikirkan kegagalan kita, kita harus berani menerimanya dan belajar darinya, dan maju terus sampai yang kita inginkan tercapai. Kegagalan mengajarkan kita untuk bertahan, berharap, sekaligus menguji keinginan kita apakah kita mengejar sesuatu yang benar-benar berharga.

Janganlah takut akan kegagalan yang Anda alami saat ini; karena ketika Anda sukses, orang-orang akan melupakan kegagalan-kegagalan itu. Jadi, bersemangatlah untuk bangkit sekali lagi ketika Anda gagal. Ingatlah, kegagalan yang bersifat final terjadi hanyalah ketika kita berhenti mencoba.

Janganlah cepat merasa puas tehadap hasil yang Anda dapatkan karena sering kali perasaan puas itulah yang menghambat pencapaian terbaik Anda. Apakah ada hal-hal yang saat ini Anda rasa sebagai sesuatu yang tidak masuk akal untuk Anda capai ? Janganlah terburu-buru menyerah dari tantangan itu. Bangkitlah dan temukan cara baru untuk menghadapinya.(Dari buku: “Champion: 101 Tip Motivasi & Inspirasi Sukses Menjadi Juara Sejati”, diterbitkan oleh Gramedia (2008), karya Darmadi Darmawangsa).

Kamis, 27 November 2008

Rehearsal of the Great History of Memories

Rehearsal of the Great History of Memories
Biblical Reflection for 1st Sunday of Advent

By Father Thomas Rosica, CSB

TORONTO, NOV. 26, 2008 (Zenit.org).- This weekend the Church enters into the liturgical season of Advent. Christians proclaim that the Messiah has indeed come and that God's reign is "at hand."

Advent does not change God. Advent deepens our longing and anticipation that God will do what prophets and the anointed have promised. We pray that God will yield to our need to see and feel the promise of salvation here and now.

During this time of longing and waiting for the Lord, we are invited to pray and to ponder the Word of God, but most of all, to become a reflection of the light of Christ, indeed of Christ himself. But we all know how difficult it is to mirror the light of Christ, especially when we have become disillusioned with life, accustomed to the shadowy existence of the world, or grown content with mediocrity and emptiness. Advent reminds us that we must be ready to meet the Lord at any and every moment of life. Just like a security alarm wakes up a homeowner, Advent wakes up Christians who are in danger of sleeping through their lives.

For what or for whom are we waiting in life? What virtues or gifts are we praying to receive this year? Do we long for healing and reconciliation in broken relationships? What meaning and understanding do we desire to have in the midst of our own darkness, sadness, and mystery? How are we living out our baptismal promises? What qualities of Jesus are we seeking in our own lives this Advent? Many times, the things, qualities, gifts, or people we await give us great insights into who we really are. Tell me whom you are waiting for and I will tell you who you are!

Advent is a time for opening eyes, focusing views, paying attention, keeping perspective on God's presence in the world and in our own lives.

In the first reading from the prophet Isaiah on the first Sunday of Advent, the Almighty One breathes hope back into the heart and soul of Israel and shapes Israel and events anew just as a potter shapes his pottery.

In the second Scripture reading, writing to his beloved community at Corinth, Paul looked forward to the "Day of the Lord" when the Lord Jesus will be revealed to rescue those whom He has called. And in Gospel for the first Sunday of Advent this year, Mark's depiction of the doorkeeper watching out for the Lord whenever he "suddenly" appears is an image of what we are expected to be doing all year long but especially during the season of Advent.

Our own baptism is a share in the royal, messianic mission of Jesus. Anyone who shares this mission also shares royal responsibilities, in particular, care for the afflicted and the hurting. Advent is a wonderful opportunity to "activate" our baptismal promises and commitment.

Cardinal Joseph Ratzinger once wrote: "The purpose of the Church's year is continually to rehearse her great history of memories, to awaken the heart's memory so that it can discern the star of hope. It is the beautiful task of Advent to awaken in all of us, memories of goodness and thus to open doors of hope."

This Advent, allow me to suggest that you mend a quarrel. Build peace. Seek out a forgotten friend. Dismiss suspicion and replace it with trust. Write a love letter. Share some treasure. Give a kind answer even though you would like to respond harshly. Encourage a young person to believe in him/herself. Manifest your loyalty in word and deed. Keep a promise. Find the time. Make time. Forego a grudge. Forgive an enemy. Celebrate the sacrament of reconciliation. Listen more. Apologize if you were wrong. Be kind even if you weren't wrong!

Try to understand. Flout envy. Examine the demands you make on others. Think first of someone else. Appreciate. Be kind, be gentle. Laugh a little. Laugh a little more. Deserve confidence. Take up arms against malice. Decry complacency. Express gratitude. Go to Church. Stay in Church a little while longer than usual. Gladden the heart of a child. Take pleasure in the beauty and wonder of the earth. Speak your love. Speak it once again. Speak it even more loudly. Speak it quietly. Rejoice, for the Lord is near!

Minggu, 23 November 2008

Don't Judge the book from the Cover but the content

Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpakaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston , dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University .


Sesampainya disana sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang kampung, udik, sehingga tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge. "Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang pria lembut. "Beliau hari ini sibuk" sahut sang Sekretaris cepat.
"Kami akan menunggu" jawab sang Wanita. Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi.


Tetapi nyatanya tidak. Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya.
"Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi" katanya pada sang Pimpinan Harvard. Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk.
Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang di luar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul.


Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut. Sang wanita berkata padanya, "Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard.
Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan.
Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini. bolehkah?" tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap.


Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah.
Dia tampak terkejut. "Nyonya" katanya dengan kasar, "Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan."

"Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat,
"Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan.
Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard."
Sang Pemimpin Harvard memutar matanya.
Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, "Sebuah gedung?!

Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung?
Kalian perlu memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard."
Untuk beberapa saat sang wanita terdiam.
Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang.
Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan,
"Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja ?"
Suaminya mengangguk.Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan.

Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi dipedulikan oleh Harvard.Universitas tersebut adalah Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas di AS.

Kita, seperti pimpinan Harvard itu, acap silau oleh baju, dan lalai.
Padahal, baju hanya bungkus, apa yang disembunyikannya, kadang sangat tak ternilai.
Jadi, janganlah kita selalu abai, karena baju-baju, acap menipu

Rabu, 19 November 2008

Global Civilization in Moving

We are all aware that our world is undergoing an important transition. If in the industrial era 'time was money' with its stress on the material, today it can be said that 'knowledge is power'.This emphasis on the immaterial carries with it a profound ability to create a new world and changes imply for our global civilization?

In a service economy (which now represents two-thirds or more of all economic activity in developed economies), it is information, knowledge, and the ability to relate with other people which come to the fore. This 'soft product' means we have to approach the world with a broader perspective, with a different mode of thinking, and with more sensitivity and wisdom in order to be successful. This approach necessitates more discussion and consultation, less hierarchy, and more cooperation. The metamorphosis we are witnessing draws upon the traditional virtues and strengths of humanity as a positive force for social change and cultural development. It enriches the human spirit and assists in promoting the diversity and variety of the human experience on the planet.

We Need Action not Political Advertisement!

In these days print and electronic media ads flooded order of political parties. Fund financing ads that are not necessarily small, it is estimated that each political party can swallow even billions of rupiah. The assumption that the ad is built political parties as the most effective medium in introducing the “who, what, how, and why it’s a political party to the general public.

However, reviews of the stakeholders in these ads (the party elite and politicians) that do people really need the political advertisement or basic needs? Indonesian people do not need slogans, speeches, and either such Barack Obama style of speech or speech like Soekarno now not needed.

In fact, from election to election of the political elite party in this country are very smart and sophisticated spoken, able to attract people so that keeps people eventually chose to become their representatives and leaders. Unfortunately, when the position is obtained, he even had total amnesia - they forget all what have spoken and promised in their campaign, even they caught to social autism devastating public - he did not know what is happening around, do not know what the people are facing.

Why these all happen to our political leader? The reason is that their main concern is to gain the power, the prestigious and wealthy life not really the fate of people who are living under poverty. The campaign of political parties only sells out lie to the public through dreams - dream that is not realistic, may not even run. Despite the political advertisement raise various issues in tune with the taste of constituents, it does not become more than just a "coupling" the taste of political constituents, any politics, regardless of invasive species from various angles. Like a shopping center, political party to appear before the consumer. This should not happen. Political party that has integrity is a political party that has a fundamental platform and was followed by voters, not the political party of any willingness to follow voter’s wish.

In addition, the fundamental platform of political party is working together with people preparing strategic steps to the global financial crisis on poverty and to rob radical public corruption. To set up strategic action means to implement the program, not a concept, not a bombastic sophisticated rhetoric, but to stick on the action. In short, indeed people do not need advertisment, but rather they only ask if you want to be leaders or aspirator of its community, Work with people, find solutions that work best for the welfare and progress of the better life of the society.

If only the elite of political parties or those who want to lead this country have the courage and willingness to work with society, it is easy to get the heart of the people to give their choice. They do not need to advertise themselves with the cost of so many. They just need consistency and commitment to build together with the people's welfare and progress of living together. Thus, it is wise if the party elite and the politicians to keep in mind that is it true that people need advertisement?

Rabu, 12 November 2008

Surga Itu Seperti Apa?

Seorang anak yang bernama Brian Moore yang berusia 17 tahun, mendapat tugas dari sekolahnya untuk mendeskripsikan seperti apakah surga yang dia mengerti. Lantas Brian memulai tulisannya dengan kalimat ini: “Aku membuat mereka terperangah.” Cerita itu bikin heboh, seperti sebuah bom saja. Itulah yang terbaik yang pernah aku tulis,” ujar Brian kepada ayahnya. Dan itu juga merupakan tulisannya yang terakhir.

Orangtua Brian telah melupakan esai yang ditulis Brian ini sampai seorang saudara sepupu menemukannya ketika ia membersihkan kotak loker milik remaja itu di SMA Teays Valley, Pickaway County, Ohio.

Brian baru saja meninggal beberapa jam yang lalu, namun orangtuanya mati-matian mencari setiap barang peninggalan Brian: surat-surat dari teman-teman sekolah dan gurunya, dan PR-nya. Hanya dua bulan sebelumnya, ia telah menulis sebuah esai tentang pertemuannya dengan Tuhan Yesus di suatu ruang arsip yang penuh kartu-kartu yang isinya memerinci setiap saat dalam kehidupan remaja itu. Tetapi baru setelah kematian Brian, Bruce dan Beth, mengetahui bahwa anaknya telah menerangkan pandangannya tentang sorga.

Tulisan itu menimbulkan suatu dampak besar sehingga orang-orang ingin membagikannya. “Anda merasa seperti ada di sana,” kata pak Bruce Moore. Brian meninggal pada tanggal 27 Mei, 1997, satu hari setelah Hari Pahlawan Amerika Serikat. Ia sedang mengendarai mobilnya pulang ke rumah dari rumah seorang teman ketika mobil itu keluar jalur Jalan Bulen Pierce di Pickaway County dan menabrak suatu tiang. Ia keluar dari mobilnya yang ringsek tanpa cedera namun ia menginjak kabel listrik bawah tanah dan kesetrum.

Keluarga Moore membingkai satu salinan esai yang ditulis Brian dan menggantungkannya pada dinding di ruang keluarga mereka. “Aku pikir Tuhan telah memakai Brian untuk menjelaskan suatu hal. Aku kira kita harus menemukan makna dari tulisan itu dan memetik manfaat darinya,” kata Nyonya Beth Moore tentang esai itu.

Nyonya Moore dan suaminya ingin membagikan penglihatan anak mereka tentang kehidupan setelah kematian. “Aku bahagia karena Brian. Aku tahu dia telah ada di sorga. Aku tahu aku akan bertemu lagi dengannya.”







Inilah esai Brian yang berjudul “RUANGAN”.

Di antara sadar dan mimpi, aku menemukan diriku di sebuah ruangan. Tidak ada ciri yang mencolok di dalam ruangan ini kecuali dindingnya penuh dengan kartu-kartu arsip yang kecil. Kartu-kartu arsip itu seperti yang ada di perpustakaan yang isinya memuat judul buku menurut pengarangnya atau topik buku menurut abjad.

Tetapi arsip-arsip ini, yang membentang dari dasar lantai ke atas sampai ke langit-langit dan nampaknya tidak ada habis-habisnya di sekeliling dinding itu, memiliki judul yang berbeda-beda.

Pada saat aku mendekati dinding arsip ini, arsip yang pertama kali menarik perhatianku berjudul “Cewek-cewek yang Aku Suka”. Aku mulai membuka arsip itu dan membuka kartu-kartu itu. Aku cepat-cepat menutupnya, karena terkejut melihat semua nama-nama yang tertulis di dalam arsip itu. Dan tanpa diberitahu siapapun, aku segera menyadari dengan pasti aku ada dimana.

Ruangan tanpa kehidupan ini dengan kartu-kartu arsip yang kecil-kecil merupakan sistem katalog bagi garis besar kehidupanku. Di sini tertulis tindakan-tindakan setiap saat dalam kehidupanku, besar atau kecil, dengan rincian yang tidak dapat dibandingkan dengan daya ingatku. Dengan perasaan kagum dan ingin tahu, digabungkan dengan rasa ngeri, berkecamuk di dalam diriku ketika aku mulai membuka kartu-kartu arsip itu secara acak, menyelidiki isi arsip ini. Beberapa arsip membawa sukacita dan kenangan yang manis; yang lainnya membuat aku malu dan menyesal sedemikian hebat sehingga aku melirik lewat bahu aku apakah ada orang lain yang melihat arsip ini.

Arsip berjudul “Teman-Teman” ada di sebelah arsip yang bertanda “Teman-teman yang Aku Khianati”. Judul arsip-arsip itu berkisar dari hal-hal biasa yang membosankan sampai hal-hal yang aneh. “Buku-buku Yang Aku Telah Baca”. “Dusta-dusta yang Aku Katakan”. “Penghiburan yang Aku Berikan”. “Lelucon yang Aku Tertawakan”. Beberapa judul ada yang sangat tepat menjelaskan kekonyolannya: “Makian Buat Saudara-saudaraku” .



Arsip lain memuat judul yang sama sekali tak membuat aku tertawa: “Hal-hal yang Aku Perbuat dalam Kemarahanku.” , “Gerutuanku terhadap Orangtuaku”. Aku tak pernah berhenti dikejutkan oleh isi arsip-arsip ini. Seringkali di sana ada lebih banyak lagi kartu arsip tentang suatu hal daripada yang aku bayangkan. Kadang-kadang ada yang lebih sedikit dari yang aku harapkan. Aku terpana melihat seluruh isi kehidupanku yang telah aku jalani seperti yang direkam di dalam arsip ini.

Mungkinkah aku memiliki waktu untuk mengisi masing-masing arsip ini yang berjumlah ribuan bahkan jutaan kartu? Namun setiap kartu arsip itu menegaskan kenyataan itu. Setiap kartu itu tertulis dengan tulisan tanganku sendiri. Setiap kartu itu ditanda-tangani dengan tanda tanganku sendiri.

Ketika aku menarik kartu arsip bertanda “Pertunjukan- pertunjukan TV yang Aku Tonton”, aku menyadari bahwa arsip ini semakin bertambah memuat isinya. Kartu-kartu arsip tentang acara TV yang kutonton itu disusun dengan padat, dan setelah dua atau tiga yard, aku tak dapat menemukan ujung arsip itu. Aku menutupnya, merasa malu, bukan karena kualitas tontonan TV itu, tetapi karena betapa banyaknya waktu yang telah aku habiskan di depan TV seperti yang ditunjukkan di dalam arsip ini.

Ketika aku sampai pada arsip yang bertanda “Pikiran-Pikiran yang Ngeres”, aku merasa merinding di sekujur tubuhku. Aku menarik arsip ini hanya satu inci, tak mau melihat seberapa banyak isinya, dan menarik sebuah kartu arsip. Aku terperangah melihat isinya yang lengkap dan persis. Aku merasa mual mengetahui bahwa ada saat di hidupku yang pernah memikirkan hal-hal kotor seperti yang dicatat di kartu itu. Aku merasa marah.

Satu pikiran menguasai otakku: Tak ada seorangpun yang boleh melihat isi kartu-kartu arsip in! Tak ada seorangpun yang boleh memasuki ruangan ini! Aku harus menghancurkan arsip-arsip ini! Dengan mengamuk bagai orang gila aku mengacak-acak dan melemparkan kartu-kartu arsip ini. Tak peduli berapa banyaknya kartu arsip ini, aku harus mengosongkannya dan membakarnya. Namun pada saat aku mengambil dan menaruhnya di suatu sisi dan menumpuknya di lantai, aku tak dapat menghancurkan satu kartupun. Aku mulai menjadi putus asa dan menarik sebuah kartu arsip, hanya mendapati bahwa kartu itu sekuat baja ketika aku mencoba merobeknya. Merasa kalah dan tak berdaya, aku mengembalikan kartu arsip itu ke tempatnya. Sambil menyandarkan kepalaku di dinding, aku mengeluarkan keluhan panjang yang mengasihani diri sendiri.



Dan kemudian aku melihatnya. Kartu itu berjudul “Orang-orang yang Pernah Aku Bagikan Injil”. Kotak arsip ini lebih bercahaya dibandingkan kotak arsip di sekitarnya, lebih baru, dan hampir kosong isinya. Aku tarik kotak arsip ini dan sangat pendek, tidak lebih dari tiga inci panjangnya. Aku dapat menghitung jumlah kartu-kartu itu dengan jari di satu tangan. Dan kemudian mengalirlah air mataku. Aku mulai menangis. Sesenggukan begitu dalam sehingga sampai terasa sakit. Rasa sakit itu menjalar dari dalam perutku dan mengguncang seluruh tubuhku. Aku jatuh tersungkur, berlutut, dan menangis. Aku menangis karena malu, dikuasai perasaan yang memalukan karena perbuatanku. Jajaran kotak arsip ini membayang di antara air mataku. Tak ada seorangpun yang boleh melihat ruangan ini, tak seorangpun boleh.

Aku harus mengunci ruangan ini dan menyembunyikan kuncinya. Namun ketika aku menghapus air mata ini, aku melihat Dia.

Oh, jangan! Jangan Dia! Jangan di sini. Oh, yang lain boleh asalkan jangan Yesus! Aku memandang tanpa daya ketika Ia mulai membuka arsip-arsip itu dan membaca kartu-kartunya. Aku tak tahan melihat bagaimana reaksi-Nya. Dan pada saat aku memberanikan diri memandang wajah-Nya, aku melihat dukacita yang lebih dalam dari pada dukacitaku. Ia nampaknya dengan intuisi yang kuat mendapati kotak-kotak arsip yang paling buruk.

Mengapa Ia harus membaca setiap arsip ini? Akhirnya Ia berbalik dan memandangku dari seberang di ruangan itu. Ia memandangku dengan rasa iba di mata-Nya. Namun itu rasa iba, bukan rasa marah terhadapku. Aku menundukkan kepalaku, menutupi wajahku dengan tanganku, dan mulai menangis lagi. Ia berjalan mendekat dan merangkulku. Ia seharusnya dapat mengatakan banyak hal. Namun Ia tidak berkata sepatah katapun. Ia hanya menangis bersamaku.



Kemudian Ia berdiri dan berjalan kembali ke arah dinding arsip-arsip. Mulai dari ujung yang satu di ruangan itu, Ia mengambil satu arsip dan, satu demi satu, mulai menandatangani nama-Nya di atas tanda tanganku pada masing-masing kartu arsip. “Jangan!” seruku bergegas ke arah-Nya. Apa yang dapat aku katakan hanyalah “Jangan, jangan!” ketika aku merebut kartu itu dari tangan-Nya. Nama-Nya jangan sampai ada di kartu-kartu arsip itu. Namun demikian tanpa dapat kucegah, tertulis di semua kartu itu nama-Nya dengan tinta merah, begitu jelas, dan begitu hidup. Nama Yesus menutupi namaku. Kartu itu ditulisi dengan darah Yesus! Ia dengan lembut mengambil kembali kartu-kartu arsip yang aku rebut tadi. Ia tersenyum dengan sedih dan mulai menandatangani kartu-kartu itu. Aku kira aku tidak akan pernah mengerti bagaimana Ia melakukannya dengan demikian cepat, namun kemudian segera menyelesaikan kartu terakhir dan berjalan mendekatiku. Ia menaruh tangan-Nya di pundakku dan berkata, “Sudah selesai!”

Aku bangkit berdiri, dan Ia menuntunku ke luar ruangan itu. Tidak ada kunci di pintu ruangan itu. Masih ada kartu-kartu yang akan ditulis dalam sisa kehidupanku.

CINTA SEORANG IBU

Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi. Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang , Namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan :

"Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati"

Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya, sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya. Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap. Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi. Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan

"Tuhan ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosa nya".

Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan. Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman. Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah. Tak hentinya dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan. Dan dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan.

Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong2 manyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak sudah pasrah dengan nasibnya. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya. Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang sudah lewat lima menit dan suasana mulai berisik, akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang. Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada.

Saat mereka semua sedang bingung, tiba2 dari tali lonceng itu mengalir darah. Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat. Dengan jantung berdebar2 seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah.

Tahukah anda apa yang terjadi? Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah dia meme luk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi, dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng. Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si anak meraung raung meme luk tubuh ibunya yang sudah diturunkan. Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya. Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng. Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya.

Demikianlah sangat jelas kasih seorang ibu utk anaknya. Betapapun jahat si anak, ia tetap mengasihi sepenuh hidupnya. Marilah kita mengasihi orang tua kita masing masing selagi kita masih mampu karena mereka adalah sumber kasih Tuhan bagi kita di dunia ini. Sesuatu untuk dijadikan renungan utk kita. Agar kita selalu mencintai sesuatu yang berharga yang tidak bisa dinilai dengan apapun.

Ambillah waktu untuk berpikir, itu adalah sumber kekuatan
Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahasia dari masa muda yang abadi
Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan
Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan
Ambillah waktu untuk mencintai & dicintai, itu hak istimewa yang diberikan Tuhan
Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan
Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati
Ambillah waktu untuk memberi, itu membuat hidup terasa berarti
Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan
Ambillah waktu utk beramal, itu adalah kunci utk menuju surga
Gunakah waktu sebaik mungkin, karena waktu tidak akan bisa diputar kembali

Love our Nation

"Indonesia doesn't need the world but the world need Indonesia." Really? I don't think that it makes us feeling great to our nation. Either we are getting pessimistic with the attitude of our government including the public figures who are more focus on their own business, their self-interested, etc.

In terms of global social relation, we cannot say that we don't need other people as well as their capacity or resources. The reason is that we don't have everything around us; we may overwhelm by natural resources, but lacking in human capacity. So in today's world we cannot stand up with our own feet alone, we need other people, other elements of life. In this case we need to build up the mutual relationship to other people. Mutual relation is not based on self interest or any hidden interest from one side but it is more on how to each person can satisfy with the policies which they make.

Therefore it is not relevant to say that "Indonesia doesn't need the world but the world need Indonesia."

Sabtu, 08 November 2008

HIKMAT SECANGKIR COKLAT PANAS

Friend,....
Read this amazing story...this is really inspiring....

Kisah Anonim

Sekolompok alumni, yang sudah mapan dalam karirnya, sedang berbincang-bincang pada saat reuni dan memutuskan untuk pergi mengunjungi profesor universitas mereka yang sekarang sudah pensiun. Pada waktu mereka berkunjung, pembicaraan mereka berubah menjadi keluhan mengenai stres pada kehidupan dan pekerjaan mereka. Professor itu menyajikan coklat panas pada tamu-tamunya, ia pergi ke dapur dan kembali dengan coklat panas di teko yang besar dan beberapa macam cangkir - porselen, gelas, kristal, dan beberapa cangkir yang biasa-biasa saja, ada beberapa yang mahal, ada beberapa yang cantik - dan mengatakan kepada mereka untuk mengambil sendiri coklat panas tersebut. Ketika mereka semua memegang secangkir coklat panas di tangan mereka, professor itu berkata:

"Lihatlah semua cangkir yang bagus, mahal semuanya telah diambil, yang tertinggal hanyalah yang biasa dan yang murah. Adalah normal bagi kalian untuk menginginkan yang terbaik bagi kalian semua, itu adalah sumber dari masalah dan stress kalian. Cangkir yang kalian minum tidak menambahkan kualitas dari coklat panas tersebut.

Pada kebanyakan kasus itu hanya menambah mahal dan bahkan menyembunyikan apa yang kita minum. Apa yang kalian inginkan sebenarnya adalah coklat panas, bukan cangkirnya; tetapi secara tidak sadar kalian menginginkan cangkir yang terbaik. Dan kemudian kalian mulai saling melihat dan membandingkan cangkir kalian masing-masing.

Kemudian dia berhenti dan berkata, "Sekarang pikirkan ini:

Kehidupan adalah coklat panas;

Pekerjaan, Uang, dan Kedudukan di masyarakat adalah cangkirnya.Itu hanyalah alat untuk memegang dan memuaskan kehidupan.Cangkir yang Anda miliki tidak akan menggambarkan, atau mengubah kualitas kehidupan yang kalian miliki.

Terkadang, dengan memusatkan perhatian kita hanya pada cangkirnya, kita gagal untuk menikmati coklat panas yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Tuhan membuat coklat panasnya, tetapi manusia memilih cangkirnya.

Orang-orang yang paling bahagia tidak memiliki semua yang terbaik. Mereka hanya berbuat yang terbaik dari apa yang mereka miliki.

Hiduplah dengan sederhana.

Mengasihilah dengan murah hati.

Memperhatikanlah sesama dengan sungguh-sungguh.

Berbicaralah dengan ramah.

Dan nikmatilah coklat panas kalian!

Modesty dari seorang Pemimpin

Teman-teman...
Menjelang Pemilu 2009 nanti, rakyat mendambakan seorang pemimpin bangsa yang dekat dengan rakyat. Ciri-ciri seorang pemimpin yang dekat dengan rakyat adalah mengenal persoalan yang dihadapi rakyatnya, melebur diri ke dalamnya dan bersama rakyat, hidup sederhana, mau berbagi dan berjuang menegakkan, kesejahteraan dan keadilan hidup.

Lalu adakah karakter kualitas kepemimpinan seperti ini di dalam diri calon-calon pemimpin kita sekarang ini? Kita terkesimah dengan terpilihnya Barack Obama sebagai orang nomor satu di negeri Paman Sam - AS. Ketersimahan kita itu bukan saja karena latar primordial etnisitasnya sebagai orang kulit hitam pertama yang mampu menembus gedung putih, tapi juga karena karakter khasnya yang sederhana, tampil apa adanya, berwawasan global, merangkum siapa pun tanpa pandang kelas sosial, dan penuh energik. Maka tidak salah bila berbagai koran di seluruh dunia memilih headline beritanya dengan judul "Obama sebagai inspirator" bagi semua orang terutama bagi pemimpin muda.

Contoh lain lagi adalah Ahmadinejad, Presiden Iran. Meskipun kehadirannya dalam jagad pemimpin global dikenal sebagai sosok yang sangat kontroversial, ia sejatinya seorang pemimpin yang sungguh merakyat dan tahu betul posisinya di pentas politik global maupun lokal. Anda bisa menyaksikan sendiri siapa itu Ahmadinejad sesungguhnya lewat cuplikan peristiwa kesehariannya di istana presiden berikut ini. Semoga menginspirasi kita semua untuk menjadi pemimpin bagi diri sendiri dan orang lain.


Presiden Iran saat ini: Mahmoud Ahmadinejad, ketika di wawancara oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya: "Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?"

Jawabnya: "Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya:"Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran ."


Lalu apa yang membuat orang ternganga dengan sikap dan prilaku hidupnya?


1. Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada masjid2 di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.

2. Ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive.

3. Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya.

4. Di bawah kepemimpinannya, saat ia meminta menteri2-nya untuk datang kepadanya dan menteri2 tsb akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan2 darinya, arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri-menterinya untuk tetap hidup sederhana dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat menteri2 tsb berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.

5. Langkah pertamanya adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu2nya uang masuk adalah uang gaji bulanannya.

6. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250.

7. Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimilikinya seorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.

8. Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan; roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.


9. Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan, ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.

10. Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri2 nya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sdh dilakukan, dan ia memotong protokoler istana sehingga menteri2 nya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan. Ia juga menghentikan kebiasaan upacara2 seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi, atau hal2 spt itu saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya.

11. Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yg tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden?
Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal2nya yg selalu mengikuti kemanapun ia pergi. Menurut koran Wifaq, foto2 yg diambil oleh adiknya tersebut, kemudian dipublikasikan oleh media masa di seluruh dunia, termasuk amerika.

12. Sepanjang sholat, Anda dapat melihat bahwa ia tidak duduk di baris paling muka


13. Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa

14. Ia juga tidak mau bersalaman dengan wanita yang bukan muhrimnya, cukup menundukan kepala sebagai rasa hormat

Mudah-mudahan di pemilu yang akan datang kita akan memiliki Presiden seperti itu…

Jumat, 07 November 2008

Cinta itu seperti seseorang yang menunggu bis.

Sebuah bis datang, dan kamu bilang, "Wah...terlalu sumpek dan panas, nggak bisa duduk nyaman nih! aku tunggu bis berikutnya saja"

Kemudian, bis berikutnya datang. Kamu melihatnya dan berkata, "Aduh bisnya kurang asik nih dan kok gak cakep begini... nggak mau ah.."

Bis selanjutnya datang, cool dan kamu berminat, tapi dia seakan-akan tidak melihatmu dan melewatimu begitu saja.

Bis keempat berhenti di depan kamu. Bis itu kosong, cukup bagus, tapi kamu bilang, "Nggak ada AC nih, gua bisa kepanasan". Maka kamu membiarkan bis keempat pergi..

Waktu terus berlalu, kamu mulai sadar bahwa kamu bisa terlambat pergi ke kantor.

Ketika bis kelima datang, kamu sudah tak sabar, kamu langsung melompat masuk ke dalamnya. Setelah beberapa lama, kamu akhirnya sadar kalau kamu salah menaiki bis. Bis tersebut jurusannya bukan yang kamu tuju! Dan kamu baru sadar telah menyiakan waktumu sekian lama..

Moral dari cerita ini, sering kali seseorang menunggu orang yang benar-benar 'ideal' untuk menjadi pasangan hidupnya. Padahal tidak ada orang yang 100% memenuhi keidealan kita. Dan kamu pun sekali-kali tidak akan pernah bisa menjadi 100% sesuai keinginan dia. Tidak ada salahnya memiliki persyaratan untuk 'calon', tapi tidak ada salahnya juga memberi kesempatan kepada yang berhenti di depan kita. Tentunya dengan jurusan yang sama seperti yang kita tuju. Apabila ternyata memang tidak cocok, apa boleh buat.. tapi kamu masih bisa berteriak 'Kiri !' dan keluar dengan sopan.

Maka memberi kesempatan pada yang berhenti di depanmu, semuanya bergantung pada keputusanmu. Daripada kita harus jalan kaki sendiri menuju kantormu, dalam arti menjalani hidup ini tanpa kehadiran orang yang dikasihi.

Cerita ini juga berarti, kalau kamu benar-benar menemukan bis yang kosong, kamu sukai dan bisa kamu percayai, dan tentunya sejurusan dengan tujuanmu, kamu dapat berusaha sebisamu untuk menghentikan bis tersebut di depanmu. Untuk dia memberi kesempatan kamu masuk ke dalamnya. Karena menemukan yang seperti itu adalah suatu berkah yang sangat berharga dan sangat berarti. Bagimu sendiri, dan bagi dia. Bis seperti apa yang kamu tunggu?
Enjoy the reading...and find yourself...in this story..!!

Penyakit Karena Jatuh Cinta

Jatuh cintanya gampang... mengungkapkannya yang susah. Bahkan, mau bilang I love you aja susahnya bisa ngalah - ngalahin ujian masuk perguruan tinggi negeri. Pokoknya mulut terasa kaku, lidah jadi kelu. Pokoknya ngga kuku dech kalau udah begitu, maka dipendamlah cinta dalam kalbu, hanya Tuhan dan rumput bergoyang yang tau (weleh rumput koq bergoyang, pasti ada apa2nya tuch)

Nah pernahkah kamu memendam cinta? Kalau pernah don't worry, Kamu bukan seorang psycho...

Tapi HATI - HATI lho, jangan suka terlalu lama memendam cinta, nenek bilang BAHAYA... Penelitian membuktikan kalau terlalu lama memendam cinta, bisa menimbulkan penyakit berbahaya.

Berikut daftar penyakit cinta berbahaya :
1. HIV = Hanya Impian Velaka
2. AIDS = Akibat Impian Dipendam Setahun
3. PMS = Pedihnya Menanti Sentuhanmu
4. SARS = Sakit Akibat Rasa Suka
5. TBC = Tekanan Bathin Cinta
6. SAKAW = SAkit KArena engkaW
7. KOLERA = KOk LoE ngga ngeRAsa sih ?
8. FLU = Feeling Lonely, Uuuhh .....
9. PUSING Ya minum obat dong, huahahahahaa

Hayo..buruan..bagi yang jomblo-jombloan....gak usah nunggu lama...nanti kedaluwarsa...he...

Kamis, 06 November 2008

Pernahkah Kamu Merasa Bosan?

Pada awalnya manusialah yang menciptakan kebiasaan. Namun lama kelamaan, kebiasaanlah yang menentukan tingkah laku manusia.

Ada seorang yang hidupnya amat miskin. Namun walaupun ia miskin ia tetap rajin membaca.

Suatu hari secara tak sengaja ia membaca sebuah buku kuno. Buku itu mengatakan bahwa di sebuah pantai tertentu ada sebuah batu yang hidup, yang bisa mengubah benda apa saja menjadi emas. Setelah mempelajari isi buku itu dan memahami seluk-beluk batu tersebut, iapun berangkat menuju pantai yang disebutkan dalam buku kuno itu.

Dikatakan dalam buku itu bahwa batu ajaib itu agak hangat bila dipegang, seperti halnya bila kita menyentuh makhluk hidup lainnya.

Setiap hari pemuda itu memungut batu, merasakan suhu batu tersebut lalu membuangnya ke laut dalam setelah tahu kalau batu dalam genggamannya itu dingin-dingin saja.

Satu batu, dua batu, tiga batu dipungutnya dan dilemparkannya kembali ke dalam laut.

Satu hari, dua hari, satu minggu, setahun ia berada di pantai itu.Kini menggenggam dan membuang batu telah menjadi kebiasaannya.

Suatu hari secara tak sadar, batu yang dicari itu tergenggam dalam tangannya. Namun karena ia telah terbiasa membuang batu ke laut, maka batu ajaib itupun tak luput terbang ke laut dalam.

Lelaki miskin itu melanjutkan ‘permainannya’ memungut dan membuang batu. Ia kini lupa apa yang sedang dicarinya.

Teman, pernahkah kita merasakan kalau hidup ini hanyalah suatu rentetan perulangan yang membosankan? Dari kecil, kita sebenarnya sudah dapat merasakannya, kita harus bangun pagi-pagi untuk bersekolah, lalu pada siangnya kita pulang, mungkin sambil melakukan aktifitas lainnya, seperti belajar, nonton TV, tidur, lalu pada malamnya makan malam, kemudian tidur, keesokkan harinya kita kembali bangun pagi untuk bersekolah, dan melakukan aktifitas seperti hari kemarin, hal itu berulang kali kita lakukan bertahun-tahun !! Hingga akhirnya tiba saatnya untuk kita bekerja, tak jauh beda dengan bersekolah, kita harus bangun pagi-pagi untuk berangkat ke kantor, lalu pulang pada sore/malam harinya, kemudian kita tidur, keesokan harinya kita harus kembali bekerja lagi, dan melakukan aktifitas yang sama seperti kemarin, sampai kapan?

Pernahkah kita merasa bosan dengan aktifitas hidup kita? Kalau ada di antara teman²ku ada yang merasakan demikian, dengarkanlah nasehatku ini :

“Bila hidup ini cuman suatu rentetan perulangan yang membosankan, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk menemukan nilai baru di balik setiap peristiwa hidup.”

Artinya, jangan melihat aktivitas yang kita lakukan ini sebagai suatu kebiasaan atau rutinitas , karena jika kita menganggap demikian, maka aktifitas kita akan amat sangat membosankan !!

Cobalah maknai setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, mungkin kamu akan menemukan suatu yang baru, sesuatu yang belum pernah kamu ketahui sebelumnya, “Setiap hari merupakan hadiah baru yang menyimpan sejuta arti.”

Enjoy the life..and be what you really are....

Lembah Permen Lolipop

Teman-temanku...ketika hidup terasa semakin penat oleh aktivitas harian, mari...sejenak mengasoh diri dan meneguk kisah kasih berikut ini.

Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati
lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang
beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama.

Uniknya, di kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop
yang berwarni-warni dengan aneka rasa.Permen-permen yang terlihat
seperti berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib
untuk mengambil dan menikmati kelezatan mereka.

Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil.
Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut.Ia mempercepat jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat banyak didepannya.
Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia simpan di dalam tas karungnya.
Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis maka ia memacu langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop.

Dia melihat gerbang bertuliskan "Selamat Jalan". Itulah batas akhir lembah permen lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki itu bertanya kepada Bob, "Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk? Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu juga sangat lezat." Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi.

Ia merasa sangat lelah dan kehilangan tenaga.Ia telah berjalan sangat cepat dan membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas karungnya.
Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun menjawab pertanyaan lelaki itu,"Permennya saya lupa makan!"

Tak berapa lama kemudian, Bib sampai di ujung jalan lembah permen
lolipop. Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi kamu sudah sangat jauh di depan saya." "Kenapa kamu memanggil saya?" tanya Bob.

"Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, indah sekali!" Bib bercerita panjang lebar kepada Bob.

"Lalu tadi ada seorang kakek tua yang sangat kelelahan.Saya temani dia berjalan. Saya beri dia beberapa permen yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal yang lucu.Kami tertawa bersama." Bib menambahkan.

Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia lewatkan dari lembah permen lolipop yang sangat indah.Ia terlalu sibuk mengumpulkan permen-permen itu.Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen itu ke dalam tas karungnya.

Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop, Bob menyadari suatu hal dan ia bergumam kepada dirinya sendiri,"Perjalanan ini bukan tentang berapa banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia."

Ia pun berkata dalam hati, "Waktu tidak bisa diputar kembali." Perjalanan di lembah lolipop sudah berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.

Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja.Kita lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita menjadi Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk menikmatinya dan menjadi bahagia.

Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia?

Jika saya tanyakan pertanyaan tersebut kepada para teman saya, biasanya mereka menjawab, "Saya akan bahagia nanti...nanti pada waktu saya sudah menikah... nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri... nanti pada saat suami saya lebih mencintai
saya...nanti pada saat saya telah meraih semua impian saya... nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar... "

Pemikiran 'nanti' itu membuat kita bekerja sangat keras di saat 'sekarang'. Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa 'nanti' bahagia.
Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk masa 'nanti'bahagia.

Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah sampai di masa 'nanti' bahagia itu.Ritme hidup yang sangat cepat...target-target tinggi yang harus kita capai,yang anehnya kita sendirilah yang membuat semua target itu... tetapi semuanya itu tidak pernah terasa memuaskan dan membahagiakan.

Uniknya, pada saat kita memerankan ritme kehidupan kita; pada saat kita

duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan,pada saat kita mendengarkan cerita lucu anak-anak kita,pada saat makan malam bersama keluarga, pada saat kita duduk bermeditasi atau pada saat membagikan beras dalam acara bakti sosial tanggap banjir;terasa hidup menjadi lebih indah.

Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran;memelankan ritme makan kita,memelankan ritme jalan kita dan menyadari setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa indah anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri.

Kita akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih damai dan tenang. Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia dan bersyukur seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah permen lolipop.

Ini adalah kisah yg sungguh merontah perasaan kita,memang harus dijadikan patokan hidup....Tapi bisa juga sebagai senjata untuk berkelit bagi sebagian orang yang masih hidup belum memadai.. intinya --- bagus bangettt

Rabu, 05 November 2008

Barack Obama After the U.S. Election

As the world expect that Barack Obama must win, and indeed that is exactly occurred at 10:48 WIB, Obama declared as a winner. So what the implications for the United States and the world, including Indonesia?

If the central theme of Obama during the campaign period before the election yesterday, is one of the practices of free trade and globalization, which results in more jobs thrown (outsourced) from AS to the developing countries, especially China, India and Vietnam. In short, Obama are going to become protectionist sentiment in order to improve the national economy of the United States.

In addition, whether this is a problem for developing countries such as Indonesia? Actually not so much, as the two main reasons. First, as what already mentioned in The Economist the magazine, Obama is not going to make its policy which may be too extreme as it is called the China-bashing trade policy. Second, the people around the world began to feel the current weakness of the globalization that has biased to more multinational companies that dominate the domestic affairs of developing countries. This means that the world economic order is currently waiting for intervention from political changes in the U.S. in order to bring economic and political world that is more equitable and stable.

McCain fully supports free trade through the expansion of many multinational companies without direct government intervention, and what have just the U.S. government doing at this time. Unfortunately, the world seems tired with the status quo of the globalization.
In other words, the world seems to be ready to accept the possibility of Osama’s protectionist sentiment compared with the government must return the excessive domination of multinational companies. This means that, if Obama were not elected, the world economy would witness the growing sentiment of nationalism through the government's full support in developing countries to national companies, especially those owned by the state.

Conversely, if Obama elected, the struggle of economic nationalism will take place more in multilateral forums like the WTO and the UN. However, we can be consoled because basically, both candidates fully aware of the reality that globalization may not be, but need to be improved.
Then how about the meaning of the U.S. election results for Indonesia?
As a nation with a population of the world's fourth largest, as the largest economy in Southeast Asia, and as a country with the largest Muslim population in the world, U.S. citizens must be proactive convince the world, especially U.S. President elected, that we are the friends who supported and important to relation to any country.

Because as we see that neither McCain nor Obama have one good understanding about the world: that the U.S. needs to add a friend and reduce the opponent. Moreover, anyone elected as American President, all people around the world agree that the world needs a change in the fundamental and comprehensive enough. These changes, among others, from the world of full competition into the world of cooperation, or cooperation. From the process of globalization that glamorize growth into a globalization of the development. From the decisions taken in the bilateral between the big countries to become more forums and a decision among multilateral or bilateral relation, for example, between ASEAN and the EU. Will the world's hopes of victory over Obama can bring significant changes to the constellation of political progress, economic, and other life in the world? The time determine!!!***b@sti.

Three of the immediate challenges facing President Barack Obama

His name etched in history as America's first black president, Barack Obama turned from the jubilation of victory to the sober challenge of leading a nation worried about economic crisis, two unfinished wars and global uncertainty.

"The road ahead will be long. Our climb will be steep," Obama cautioned.
Young and charismatic but with little experience on the national level, Obama smashed through racial barriers and easily defeated Republican John McCain to become the first African-American destined to sit in the Oval Office, America's 44th president. He was the first Democrat to receive more than 50 percent of the popular vote since Jimmy Carter in 1976.

"It's been a long time coming, but tonight, because of what we did on this date in this election at this defining moment, change has come to America," Obama told a victory rally of 125,000 people jammed into Chicago's Grant Park.

In the midst of this victory euphoria, Barack Obama as the elected President of the United States on 4 November now is immediately facing three major problem. Many people see that the election of the President 2008, this time with similar situations in the past appear when President George Washington (1789-1797), Abraham Lincoln (1861-1865), and Franklin Roosevelt D (1933-1945). The next President will also face similar problems even more of the three predecessors.

Washington is the first U.S. president to the chaos after independence on 4 July 1776 because of the war with Britain. Lincoln face war, he even killed for the unity of the country. Roosevelt also inherited a big problem; namely economic depression.

A success that had been made accomplished by these three presidents because of the challenges they have also made and it makes them to have big names. President-elect 2008, Barack Obama is also experiencing the challenges of no less complicated and complex.

There are at least three main challenges that faced Barack Obama immediately in his first government. First, concerning the deep economic crisis since 1929 up to the global financial crisis now. Meanwhile, in their own country as the imbalances and the system of income, education system that produces graduates who are no longer the best in the world, the problems of health services, and environmental problems.

Second, the problem of improving the U.S. image in the international community. U.S. facing terrorism and the army is struggling to overcome confusion while security in Iraq and Afghanistan. Third, the problem of how to bring the Democratic Party to the country in a better image, including changes to realize the promise that have been made by Obama during the campaign.

With the majority seats in the Senate and in Congress, Obama will seek how to lead the U.S. more conservative than liberal, while the other parties try to satisfy the left wing from its party. He will be faced with the option to immediately resolve the problem of Iraq, and pledged to carefully do so. Professor Paul Niwa from Emerson College said, "We hope the next president do the right thing and throwing away personal political ambition. We have great hopes that the president can overcome the problem; for example, end the war in Iraq so that the budget is saved. "

Apart from the three urgent problems of its Barak Obama as President of the United States to-44, politically this is a celebration for the new American history, especially in effort to reconcile the racialism tension that occurred since the last 4 decades after the emergence of the Movement for Human Rights. Million of American people and also people around the world are hoping the new changes will be taken place immediately under Barak Obama’s presidency - change in all that essentially can bring peace and prosperity of mankind. ***b@stian